Sunday 14 December 2014

GIS for Monitoring the Operation on Inspection and Termination of Fishing Vessels in the Eastern Indonesian Waters


Nurul Rosana, Viv Djanat, Robert Tambun

Tujuan dari penelitian ini adalah terciptanya database spasial dari pengoperasian pemutusan dan Pemeriksaan Kapal penangkap ikan (Henrikan). Data multi-Tahun operasi henrikan yang berkaitan dengan perikanan dapat  digunakan sebagai Studi Mendalam.  Metoda yang digunakan dalam pembuatan Sistem Informasi Geografis ini adalah Perangkat Lunak ArcView 3.3. Pada prinsipnya, data Pengolahan dengan Sistem Informasi Geografis (GIS) adalah Entri, data analisis dan menampilkan data. Data yang dimasukan adalah data Yang Berhubungan dengan data spasial (lokasi Kapal penangkap ikan) Dan data tabular (Kondisi Kapal penangkap ikan). Data yang ditampilkan bisa berupa peta distribusi kapal nelayan, grafik, dan tabel yang berkaitan dengan  kegiatan operasi pada kegiatan Henrikan.

makalah tentang GIS for Monitoring the Operation on Inspection and Termination of Fishing Vessels in the Eastern Indonesian Waters, dapat dilihat dihttp://www.theijes.com/papers/v3-i3/Version-4/C0334020028.pdf

Thursday 11 December 2014

Suhu Permukaan Laut (Sea Surface Temperature) di Perairan Indonesia


Oleh : Nurul Rosana

Istilah suhu permukaan laut secara umum sering digunakan dalam bidang kelautan maupun perikanan, yang merupakan bagian dari suhu perairan secara keseluruhan.  Dalam bidang perikanan,  suhu permukaan laut adalah salah satu parameter fisik oseanografi yang digunakan untuk menganalisis daerah penangkapan ikan (fishing ground), dan merupakan  faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. 

Suhu permukaan laut mempengaruhi aktifitas metabolisme maupun pekembangbiakan dari organisme-organisme yang ada di perairan.  Oleh karena itu tidaklah  mengherankan jika banyak dijumpai barmacam-macam jenis hewan yang terdapat di berbagai tempat perairan di dunia (Hutabarat dan Evans, 2000).
Ilahude (1999), menjelaskan bahwa salah satu parameter oseanografi yang mencirikan massa air di lautan ialah suhu.  Massa air yang terdapat di laut berbeda-beda karakteristiknya dari satu tempat ke tempat lain.  Untuk menandai berbagai macam karakteristik massa air tersebut dipakai parameter suhu sebagai indikator, karena itu karakter sebaran suhu dipakai untuk mengetahui adannya sebaran massa air.

Pada saat ini informasi tentang SPL (suhu permukaan laut) dapat dilihat dan ditelaah dengan menggunakan citra suhu permukaan laut telah banyak diaplikasikan untuk perikanan dan pemanfaatan sumberdaya hayati laut.  Untuk penentuan suhu permukaan laut dari satelit pengukuran dilakukan dengan radiasi infra merah pada panjang gelombang 3-14 µm.  Pengukuran spektrum inframerah yang dipancarkan oleh permukaan laut hanya dapat memberikan informasi suhu pada lapisan permukaan sampai kedalaman tertentu.  

Dari pola distribusi citra suhu permukaan laut dapat dilihat fenomena oseanografi seperti upwelling, front dan pola arus permukaan.  Daerah yang mempunyai fenomena tersebut umumnya merupakan perairan yang subur.  Dengan diketahuinya daerah perairan yang subur tersebut maka daerah penangkapan ikan dapat diketahui, karena migrasi ikan cenderung ke perairan yang subur.

Menurut Lasker et al (1981) menunjukan bahwa citra suhu permukaan laut dapat digunakan untuk mendeteksi daerah bertelur (spawning ground) ikan anchovy di Teluk California Selatan.  Walaupun citra suhu permukaan laut tersebut hanya menggambarkan keadaan sesaat sebaran suhu permukaan laut di daerah studi, akan tetapi fenomena yang terjadi berubah sangat lambat, sehingga untuk kondisi beberapa hari distribusi suhu tersebut dapat dianggap sama.

Berikut adalah contoh distribusi suhu permukaan laut (SPL) di Indonesia dalam beberapa tahun :

Distribusi SPL  pada bulan Februari  2012 berkisar antara 28,8-33,2 derajat Celcius

Distribusi SPL  pada bulan Maret 2008 berkisar antara 31-33,2 derajat Celcius

Distribusi SPL  pada bulan November 2011 berkisar antara 28,8-33,2 derajat Celcius

Distribusi SPL  pada bulan Agustus 2010 berkisar antara 26,6-31,0 derajat Celcius
Sebaran suhu permukaan laut pada peta SPL diatas dapat dilihat bahwa suhu cenderung relatif rendah pada bulan Agustus dimana terjadi musim timur, dimana terlihat di samudera Indonesia (berwarna hijau) yang menandakan terjadinya upwelling dan suhu relatif mulai tinggi pada bulan November, Maret dan Februari dimana terjadi musim barat ke peralihan.

Wednesday 10 December 2014

Model based Spatial for Monitoring Surveillance of Fisheries to Ward Illegal Fishing in Waters of Eastern Indonesian

This study was presented as an initial step (pilot project) in monitoring the availability of the model based spatial for surveillance of fisheries to deter illegal fishing in the termination of the operation and inspection of fishing ship in waters of eastern Indonesia. The purpose of the study was the establishment of the monitoring model based spatial surveillance of fisheries to deter illegal fishing operations in waters of eastern Indonesia. The method in the study were (1) descriptive analysis, associated with collecting and summarizing the data, and presenting the results of summarization, so as to know the character of a data set, and make the data more informative. (2) analysis of databases with Geographic Information Systems (GIS) using ArcView 3.3 software. In principle the processing of data with geographic information systems (GIS) are data entry, data analysis and data display. The result of this study is the model based spatial for surveillance of fisheries waters of eastern Indonesia.


Makalah tentang Model based Spatial for Monitoring Surveillance of Fisheries to Ward Illegal Fishing in Waters of Eastern Indonesian dapat dibaca di : www.theijes.com/Vol,3,Issue,10.html

Tuesday 9 December 2014

Komponen dan Pemasangan Rumpon Laut Dalam di Perairan Sendang Biru Malang Selatan

Oleh : Nurul Rosana dan Risky


1. Komponen Rumpon Laut Dalam di Sendang Biru Malang Selatan
            Di wilayah Sendang Biru, nelayan setempat  membuat rumpon laut dalam dengan menggunakan konsep rumpon yang memiliki daya tahan tinggi. Bentuk dan kontruksi tersebut merupakan produk teknologi rekayasa yang mengikuti perkembangan.  Penggunaan rumpon berfungsi sebagai alat pemikat gerombolan ikan, seperti : tongkol (Euthynnus sp), Cakalang (Katsuwonus pelamis), Tuna (Thunus albacares, layang (Decapterus sp), lemuru (Sardinnela sp), dan layur (Trichiurus sp) yang diletakkan di perairan yang memiliki kedalaman antara 1500 – 3000 meter dibawah permukaan laut dan diletakkan pada jarak 15 mil sampai 200 mil laut dari daratan. Secara garis besar susunan kontruksi rumpon laut dalam milik nelayan Sendang Biru meliputi : pelampung, tali utama, attraktor, dan pemberat. Uraian mengenai kontruksi rumpon yang digunakan nelayan adalah sebagai berikut:

a. Pelampung
Bahan pelampung  terbuat dari plat besi dengan tebal 3 mm. Pemilihan plat besi sebagai bahan dari pelampung karena besi memiliki sifat kedap air serta kuat dalam menahan benturan arus, gelombang maupun benda keras. Pelampung ini mempunyai bentuk torpedo atau menyerupai kerucut. Tujuan pelampung dibuat kerucut adalah untuk memecah kekuatan arus atau sebagai pemecah gelombang. Ukuran dari pelampung tersebut adalah panjang 4-5 m dengan diameter 80 cm. Satu ponton pelampung membutuhkan 2,5 lembar plat besi. Warna dari pelampung adalah orange. Penggunaan warna - warna cerah ini bertujuan sebagai penanda agar rumpon dapat dengan mudah terlihat dari permukaan laut. Isi dari pelampung adalah xeroform (gabus). Xeroform yang dibutuhkan sebanyak 10 lembar dengan panjang 5 cm, dengan tujuan untuk menambah daya apung dari pelampung dan mencegah pelampung agar tidak tenggelam. 
Pada konstruksi, pelampung terletak di bagian atas.  Dalam kondisi terapung tersebut bentuk pelampung disesuaikan dengan fungsinya, sehingga mampu menahan gelombang dan arus. Pelampung juga dapat digunakan sebagai tempat tambatan kapal yang hendak memancing di daerah rumpon. Disamping itu pelampung juga harus memiliki daya tahan yang kuat terhadap gesekan benda–benda keras dan tahan terhadap korosi atau pengkaratan, oleh karena itu pelampung harus diberi lapisan cat yang tahan terhadap air laut. Lapisan yang diberikan merupakan cat besi anti pollen, untuk satu pelampung memerlukan 2 kaleng cat. Komponen pendukung lain dalam pelampung ini adalah bendera sebagai tanda kepemilikan yang diletakkan pada pipa besi setinggi 0,5 m, ban hill (ban bekas) untuk menunjang daya apung pelampung, baja setengah lingkaran sebagai tambatan kapal dan untuk meletakkan tali atraktor serta ban hill.

b. Tali Utama
Tali utama yang digunakan adalah jenis polyethilene merek DN dengan diameter 22 mm. Panjang tali utama yang digunakan dalam konstruksi rumpon laut dalam ini adalah 3000 m. Berat tali utama yang digunakan dalam konstruksi rumpon laut dalam ini adalah 1 ton (1000 kg). Panjang tali utama yang digunakan disesuaikan dengan kedalaman perairan dimana rumpon tersebut di pasang. Untuk menentukan kedalaman perairan, nelayan menggunakan peta laut sebagai acuan.  Adapun pemilihan polyethilene sebagai bahan tali utama karena tali ini mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:
  • Mempunyai daya elastisitas yang tinggi
  • Harga relatif murah
  • Mudah diperoleh di pasaran
  • Kuat dan tahan terhadap pembusukan
  • Mempunyai daya tahan putus yang kuat
  • Tidak hidroskopis (menyerap air)
  • Serat-seratnya tidak terputus
Fungsi dari tali utama adalah sebagai penghubung antara pelampung, pemberat, dan atraktor. Penyambungan tali dilakukan dengan cara disimpul 3-5 kali lalu diikat kuat. Untuk mencegah agar tali utama tidak membelit dan memberi gaya berat pada tali saat berada di laut, tali utama di pasang ban hill yang telah di cor semen sebanyak 4 buah. Pemberat pada tali utama ini masing-masing mempunyai berat 15 kg.

c. Atraktor
Atraktor pada rumpon laut dalam terbuat dari daun kelapa, tali Polyethilene merek DN, serta tali rafia. Panjang tali 34 m dengan diameter 22 mm dan berat keseluruhan tali atraktor 5 kg. Daun kelapa yang digunakan pada rumpon laut dalam sebanyak 26-35 buah. Selain daun kelapa juga dipasang tali rafia yang telah dihancurkan. Pada atraktor juga diberi pemberat dari ban hill yang telah dicor dengan semen sebanyak satu buah dengan berat 15 kg. Atraktor ini berfungsi untuk menarik ikan agar berkumpul (aggregator) disekitar rumpon dan sebagai tempat berlindung serta mencari makan karena substrat yang menempel pada daun kelapa menyebabkan banyak fitoplakton di area sekitar rumpon.  
Menurut Menurut Subani dan Barus (1989), fishing ground buatan mempunyai persyaratan sebagai berikut:
  1. Harus dapat cepat membusuk.
  2. Tumbuhan harus mengandung banyak klorofil.
  3. Harus dapat bertahan lama (15 hari) atau lebih, berserat memanjang atau kuat.
  4. Harus dapat menciptakan lingkungan yang teduh (untuk melindungi dari biota yang tingkatnya lebih tinggi dan terhindar dari sinar matahari langsung).
  5. Mudah diangkat, diperbaharui, dipindah dan murah harganya.

d. Pemberat
Bahan yang diperlukan untuk membuat pemberat rumpon laut dalam terdiri dari semen, pasir, batu kecil (koral) serta ban hill. Perbandingan dalam pencampuran semen, pasir, batu kecil adalah 1:2:3. Pemberat ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm, tinggi 20 cm. Masing-masing pemberat mempunyai berat 100 kg. Pada bagian atas pemberat diberi ban hill berbentuk setengah lingkaran yang menyatu pada cor semen, berfungsi sebagai tempat untuk mengikat tali. Sebelumnya ban hill dilingkari dengan jaring agar tidak mudah putus.
Peranan pemberat pada konstruksi rumpon laut dalam adalah agar menjadikan posisi rumpon tidak berubah atau bergeser apabila terkena dorongan arus atau gelombang laut, sehingga berat dari pemberat minimal dua kali dari besarnya gaya yang diterima dari tali utama. Dalam konstruksi rumpon ini menggunakan 21 buah pemberat pada tali utama serta tali atraktor juga menggunakan pemberat, pemberat ini berbeda dengan pemberat utama. Pemberat ini terbuat dari ban hill yang telah di cor dengan semen dan masing-masing memiliki berat 15 kg. Fungsi dari pemberat tali atraktor sebagai gaya berat agar atraktor tidak mengalami pergeseran serta goncangan apabila terkena arus atau gelombang laut. Untuk tali utama dibutuhkan 4 buah pemberat dan pada tali atraktor dibutuhkan1 buah. 

Gambar Komponen rumpon laut dalam
 (dari atas kebawah : pelampung, tali utama dan tali pendukung, atraktor dan tali atraktor, pemberat)



2. Pemasangan Rumpon
Sebelum melabuhkan rumpon, terlebih dahulu dilakukan survei perairan untuk memperoleh masukan dan bahan pertimbangan dalam menentukan lokasi yang sesuai untuk menerjunkan rumpon. Survei perairan di sepanjang landas kontinen Samudera Hindia menggunakan sejumlah peralatan, antara lain:
1.    Penentuan posisi kapal dan kedudukan rumpon menggunakan GPS (Global Positioning System).
2.    Arah haluan, baringan kapal terhadap benda-benda daratan dilakukan dengan kompas tangan.
Hasil survei menunjukkan bahwa penempatan rumpon sebaiknya pada perairan landas kontinen berkisar 1 mil hingga 5 mil dari garis pantai, karena kedalaman perairan pada jarak lebih dari 5 mil diluar garis pantai cenderung berubah tajam memasuki lereng kontinen, Penempatan rumpon pada lereng kontinen sangat riskan bagi rumpon karena beberapa hal, antara lain:
1.    Jangkar rumpon dapat tergelincir (sliding) ke dasar perairan yang lebih dalam.
2.    Tali utama dapat bergesekan langsung dengan tubir karang
3.    Hepasan gelombang pada lereng kontinen lebih besar dibandingkan pada landas kontinen

Pelaksanaan pemasangan atau penerjunan rumpon sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari, sebab pada saat itu kondisi laut umumnya dalam keadaan tenang. Adapun urutan pelaksanaan penerjunan rumpon dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.     Pangkal tali atraktor dikaitkan dengan pelampung
b.     Ujung tali atraktor dikaitkan dengan pangkal tali pemberat rangkap dua
c.     Bila kapal sudah mendekati posisi lokasi penerjunan, kapal mengambil posisi melawan arus
d.     Pelampung yang diterjunkan, disusul tali atraktor yang diulur dan dilanjutkan dengan rakitan atraktor diterjunkan secara satu persatu agar tidak saling terkait dan melilit. Yang terakhir rangkaian pemberat diterjunkan secara serentak.

Pengangkutan kontruksi rumpon pada lokasi yang telah ditentukan seperti pelampung, tali utama, attractor, dan pemberat, memerlukan 4 – 5 perahu. Jenis perahu yang digunakan dalam penerjunan rumpon adalah sekoci.

Monday 8 December 2014

Sumberdaya Ikan Pelagis dan Demersal

Oleh : Nurul Rosana


Kelompok ikan di perairan dibedakan menjadi dua Yaitu : kelompok ikan pelagis dan ikan demersal.  Ikan pelagis (pelagic fish) adalah ikan yang hidup di permukaan laut sampai kolom perairan laut. Ikan pelagis biasanya membentuk gerombolan (schooling) dan melakukan migrasi/ruaya sesuai dengan daerah migrasinya. Bentuk dari ikan pelagis umumnya bagian punggungnya berwarna kehitam-hitaman, atau kebiruan bagian tengah keperakan dan bagian bawah atau perut keputih-putihan. Perbedaan yang lain adalah ikan yang hidup didalam lumpur, diantara batu-batuan dan tumbuhan air akan mempunyai bentuk tubuh yang memanjang seperti ular. Sedangkan ikan perenang cepat seperti tenggiri, tongkol, dan tuna mempunyai bentuk tubuh stream line.  Bentuk tubuh dan warna serta cara bergeraknya untuk menangkap mangsa saat makan atau menghindarkan diri dari pemangsa (Lagler,1997). Kelompok ikan pelagis pada umumnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu : ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar. 

Kelompok Ikan Pelagis Kecil
Contoh Ikan pelagis kecil adalah Ikan Selar (Selaroides leptolepis) dan Sunglir (Elagastis bipinnulatus), Klupeid Teri (Stolephorus indicus), Japuh (Dussumieria spp), Tembang (Sadinella fimbriata), Lemuru (Sardinella Longiceps) dan Siro (Amblygaster sirm), dan kelompok Scrombroid seperti Kembung (Rastrellinger spp) dan lain-lain.  Kelompok ikan pelagis kecil ditangkap menggunakan alat penangkap berupa jaring, seperti jaring insang (gillnet), jaring lingkar, pukat cincin (purse seine), payang, dan bagan.

Ikan Kembung (Rastrellinger spp)
Ikan Kembung Kaya Akan Lemak Omega-3
Sumber : KKP

Ikan Selar (Selaroides leptolepis)

Sumber : KKP

Ikan Layang (Decapterus russelli)

Sumber : KKP

Kelompok Ikan pelagis besar
Contoh Ikan pelagis besar antara lain adalah  kelompok Tuna (Thunidae) dan Cakalang (Katsuwonus pelamis), kelompok Marlin (Makaira sp), kelompok Tongkol (Euthynnus spp) dan Tenggiri (Scomberomorus spp),dan cucut ditangkap dengan cara dipancing menggunakan pancing trolling atau tonda (pole and line), rawai (longline).


Ikan Tuna Sirip Kuning ( Thunnus albacares)
Budidaya Ikan Tuna SIrip Kuning


Kelompok Ikan Demersal
Ikan demersal adalah jenis ikan yang habitatnya berada di bagian dasar perairan, alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan demersal adalah  trawl dasar (bottom trawl), jaring insang dasar (bottom gillnet), rawai dasar (bottom long line), bubu dan lain sebagainya. Contoh Ikan demersal adalah : kakap merah/bambangan (Lutjanus spp), peperek (Leiognatus spp), tiga waja (Epinephelus spp), bawal (Pampus spp) dan lain-lain.


Ikan Gorara (Lutjanus vitta)

Sumber : Wikipedia


Ikan Pari (Dasyatis sp)
Sumber : Wikipedia



Tuesday 2 December 2014

Illegal Fishing


By : Nurul Rosana

Illegal fishing adalah suatu kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan  dan melanggar hukum. Illegal fishing di perairan Indonesia dapat terjadi di wilayah Barat dan Timur. Kegiatan Illegal Fishing yang  sering terjadi di perairan Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing  yang berasal dari beberapa negara tetangga.  Diperkirakan sebagian besar terjadi di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan di perairan kepulauan.  Jika dilihat dari jenis alat tangkap ikan yang banyak dioperasikan dalam kegiatan illegal fishing adalah seperti purse seine dan trawl.  

Beberapa jenis kegiatan illegal yang sering dilakukan, antara lain adalah :
1. Penangkapan ikan tanpa izin (Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin  
    Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI))
2. Memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan (pelanggaran daerah
    penangkapan ikan, Pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan berpangkalan),
3. Pemalsuan/manipulasi dokumen (dokumen pengadaan, registrasi, dan perizinan kapal), 
4.Transshipment di laut, tidak mengaktifkan transmitter (khusus bagi kapal-kapal yang
    diwajibkan memasang transmitter), 
5.  Penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) dengan menggunakan bahan kimia,
    bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang membahayakan
     melestarikan sumberdaya ikan.

Sumberdaya ikan yang biasanya ditangkap dalam kegiatan illegal fishing adalah jenis ikan ekonomis penting dari kelompok pelagi besar maupun kecil, seperti : udang, cumi cumi, ikan cakalang, ikan Tuna, dan ikan Tenggiri.

Contoh kasus dari kegiatan illegal fishing yang telah diinformasikan dan ditangani oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),  melalui Kapal Pengawas Perikanan (KP) Hiu Macan 001, menangkap 5 (lima) kapal perikanan Indonesia (KII) eks Thailand yang diawaki oleh 61 orang awak kapal berkewarganegaraan Thailand, di perairan Laut Natuna, Kepulauan Riau, pada tanggal 19 November 2014. Kelima kapal tersebut diduga melanggar daerah penangkapan ikan (fishing ground) sebagaimana ditentukan dalam Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIKPI) dari KKP dan penggunaan awak kapal berkewarganegaraan asing.
       Adapun 5 (lima) kapal yang ditangkap yaitu KM. Laut Natuna 99/GT 101 (16 awak kapal), KM. Laut Natuna 30/GT 102 (11 awak kapal), KM. Laut Natuna 25/GT 103 (17 awak kapal), KM. Laut Natuna 24/GT 103 (8 awak kapal), dan KM. Laut Natuna 23/GT 101 (9 awak kapal). 
        Penangkapan terhadap 5 (lima) kapal tersebut dilakukan KP. Hiu Macan 001 saat melaksanakan operasi pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di perairan Natuna dan sekitarnya, yang mendapati beberapa kapal perikanan sedang melakukan penangkapan ikan. Setelah dilakukan pemeriksaan, diperoleh dugaan awal bahwa kelima kapal tersebut melaksanakan kegiatan penangkapan ikan di luar daerah penangkapan (fishing ground) yang dijinkan serta diawaki oleh warga negara asing. (http://kkp.go.id/index.php/arsip/c/11047/KKP-Tangkap-Lima-Kapal-Perikanan-Eks-Thailand/?category_id=2)



Distribusi Pelabuhan Perikanan di Indonesia


By :Nurul Rosana

Menurut Departemen Perhubungan, Pelabuhan Perikanan adalah  Suatu wilayah perpaduan antara daratan dan lautan yang digunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapai dg berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusi.

Pelabuhan Perikanan dapat digunakan untuk Mengeksploitasi sumberdaya kelautan yg meliputi sumberdaya hayati antara lain ikan, rumput laut dan sumberdaya non hayati yaitu hasil eksplorasi dibawah laut spt gas, pasir, batubara, minyak, dll.  Selain itu digunakan juga sebagai jembatan bagi terlaksananya segala aktifitas pendaratan, perdagangan dan pendistribusian produksi ke daerah konsumen.

Pengembangan Pelabuhan Perikanan di Indonesia antara lain berfungsi untuk meningkatkan keterkaitan fungsional antar subsistem dalam sistem agribisnis perikanan, meningkatkan aktifitas ekonomi pedesaan khususnya desa pantai, menunjang tumbuhnya usaha perikanan skala besar dan skala kecil secara paralel dan menunjang terwujudnya sentra produksi perikanan dalam suatu skala ekonomi yg efisien (Ernani Lubis, 2002).

Dari tabel dibawah dapat diketahui bahwa sebaran pelabuhan perikanan di Indonesia pada tahun 2014 didominasi oleh jenis PPI (Pusat Pendaratan Ikan) sebesar 77%, PPN (Pelabuhan Perikanan Nusantara) sebesar 2% dan PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera) sebesar 1%.  Semua jenis pelabuhan perikanan yang tersebar di wilayah Barat Indonesia berjumlah 865 (69%) pelabuhan dan di wilayah Timur  Indonesia berjumlah 360 (31%) pelabuhan.

Dari sebaran data tersebut dapat dikatakan bahwa distribusi semua jenis pelabuhan perikanan masih didominasi oleh jenis PPI (Pusat Pendaratan Ikan) dan prosentasenya lebih tinggi di wilayah Barat Indonesia, sehingga perlu upaya dari pemerintah dan instansi terkait untuk mengembangkan pelabuhan perikanan di wilayah Timur Indonesia untuk memeratakan pembangunan perikanan yang berkelanjutan sampai ke daerah terpencil, yang akan meningkatkan kesejahteraan nelayan Indonesia dan meningkatkan pembangunan di desa pesisir.    

Berikut adalah data pelabuhan perikanan di Indonesia tahun 2014 (http://statistik.kkp.go.id/)
Tabel Jenis Pelabuhan Perikanan Di Indonesia tahun 2014

No. Nama Propinsi  PPS PPN PPI PPI PUD CPPI PPP PP Total
1 Aceh 0 0 133 0 11 2 0 146
2 Sumatera Utara 1 2 28 1 10 1 0 43
3 Sumatera Barat 1 0 16 0 11 1 0 29
4 Riau 0 0 17 0 1 0 0 18
5 Jambi 0 0 4 2 0 0 0 6
6 Sumatera Selatan 0 0 5 1 2 0 0 8
7 Bengkulu 0 0 20 0 39 0 0 59
8 Lampung 0 0 19 0 5 5 0 29
9 Kep. Bangka Belitung 0 3 13 0 4 0 0 20
10 Kep. Riau 0 0 10 0 1 1 1 13
11 DKI Jakarta 1 0 5 0 0 0 0 6
12 Jawa Barat 0 3 75 0 5 6 3 94
13 Jawa Tengah 1 1 85 0 3 9 0 99
14 Banten 0 2 31 0 6 1 0 40
15 Jawa Timur 0 4 99 0 6 8 3 120
16 Yogyakarta 0 0 14 0 3 1 2 20
17 Bali 0 2 8 0 0 0 0 10
18 Nusa Tenggara Barat 0 0 24 0 6 3 0 33
19 Nusa Tenggara Timur 0 0 22 0 1 1 0 25
20 Kalimantan Barat 0 2 60 1 2 3 0 69
21 Kalimantan Tengah 0 0 8 1 3 1 0 13
22 Kalimantan Selatan 0 0 9 0 0 1 0 10
23 Kalimantan Timur 0 0 11 1 1 0 0 13
24 Sulawesi Utara 1 0 28 0 13 2 0 44
25 Sulawesi Tengah 0 0 41 0 8 0 0 49
26 Sulawesi Selatan 0 0 55 4 8 0 0 67
27 Sulawesi Tenggara 1 0 29 0 8 0 0 38
28 Gorontalo 0 1 21 0 3 0 0 25
29 Sulawesi Barat 0 0 12 0 1 0 0 13
30 Maluku 0 3 19 0 3 0 4 29
31 Maluku Utara 0 2 16 0 5 2 0 25
32 Papua 0 0 14 0 4 0 1 19
33 Papua Barat 0 0 11 0 3 1 4 19
34 Kalimantan Utara 0 0 3 0 0 1 0 4
Total 6 25 965 11 176 50 18 1255