Udang Vannamei adalah salah satu komoditi yang banyak diminati oleh petambak. Varietas udang vannamei diharapkan dapat menambah pilihan bagi petambak dan menopang kebangkitan usaha pertambakan udang di Indonesia. Keunggulan varietas ini antara lain adalah : tahan terhadap penyakit, pertumbuhan lebih cepat, tahan terhadap gangguan lingkungan, tingkat survival rate tergolong tinggi, hemat pakan dan waktu pemeliharaan yang lebih pendek (90-100 hari). Dengan penggunaan probiotik yang baik dan cara aplikasi yang benar diharapkan meningkatkan keberhasilan budidaya udang ini, sehingga tingkat kematian dapat ditekan semaksimal mungkin.
Taksonomi udang vannamei menurut Elovaara (2001) adalah sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Family : Penaeidae
Genus : Lito penaeus
Species : Litopenaeus vannamei
Bentuk tubuh dibagi menjadi tiga bagian yaitu : kepala dan dada (cephalothorax), badan (abdomen) dan ekor (telson). Bagian tubuhnya terdiri dari rostrum, sepasang mata, sepasang antena, sepasang antennule bagian dalam dan luar, tiga buah maxiliped, lima pasang kaki jalan (periopoda), lima pasang kaki renang (pleopoda), sepasang telson dan kipas ekor (uropoda).
Manajemen Kualitas Air
Kualitas air tambak akan berpengaruh pada kesehatan udang. Kualitas air yang baik akan mendukung pertumbuhan secara optimal. Beberapa parameter kualitas air yang mempengaruhi adalah : suhu, salinitas, pH air, kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen) dan ammonia. Parameter tersebut akan mempengaruhi proses metabolisme, keaktifan mencari makan, proses pencernaan dan pertumbuhan udang.
1. Temperatur
Suhu optimal dalam budidaya udang adalah 28-30 derajat celcius. Pada suhu tinggi reaksi kimia seperti pH akan meningkat sehingga cenderung terjadi peningkatan Ammonia (NH3) dalam air.
2. Salinitas
Kadar garam yang dibutuhkan untuk pertumbuhan udang muda berumur 1-2 bulan adalah sekitar 15-25 ppt. Setelah umur 2 bulan salinitas optimum sekitar 5-30 ppt.
3. pH air
pH air untuk mengetahui tingkat keasaman ideal antara 7,5-8,5. Derajat keasaman dipengaruhi oleh jenis tanah. Tanah yang banyak mengandung pirit cenderung pH air bersifat asam dan kisaran pH berkisar antara 3-4. Umumnya pH air tambak pada sore hari lebih tinggi daripada pagi hari.
4. Kandungan Oksigen terlarut
Oksigen terlarut dibutuhkan untuk proses respirasi baik bagi tumbuhan, udang dan organisme lain. Oksigen terlarut yang baik berkisar antara 4-6 ppm. upaya untuk meningkatkan angka DO dilakukan dengan pemakaian kincir air. Tambak seluas 2,5 Ha membutuhkan 4-6 kincir air.
5. Amonia
Amonia merupakan hasil ekskresi atau pengeluaran kotoran udang yang berbentuk gas. Amonia berasal dari pakan yang tidak termakan oleh udang sehingga larut dalam air. Amonia yang berasal dari ekskresi udang maupun hasil penguraian kotoran zat padat dan sisa pakan udang, akan dioksidasi oleh bakteri autotrof khususnya Nitrosomonas sp.
6. Kecerahan
Air yang digunakan dalam tambahk udang adalah air payau yang jernih dan tidak keruh oleh lumpur. Bila kondisi air keruh harus diendapkan dulu dalam petak pengendapan. Batas kkekeruhan yang dianggap cukup adalah antara 25-45 cm.
Persiapan Tambak
1. Pengeringan tambak
Dasar tambak dikeringkan hingga retak-retak dan sisa klekap dan lumut dibersihkan. Pengeringan dilakukan selama 2-3 minggu tergantung dari cuaca.
2. Pengapuran
Jenis kapur yang digunakaan antara lain : kapur pertanian (crushed chell, CaCO3), kapur mati (Slaked lime, Ca(OH) dan dolomit (dolomital lime, CaMg (CO)3). Dosis penggunaannya yaitu : 100-300 kg/Ha untuk CaCO3, 50-100 untuk kapur mati dan 200-300kg/Ha utk dolomit.
3. Pemupukan
Pupuk anorganik yang digunakan adalah urea dan TSP (SP36). Pupuk organik menggunakan Saponin dan bungkil teh berfungsi sebagai pupuk dan bahan beracun untuk membunuh ikan lain yang mengganggu atau merugikan udang vannamei. Sebelum digunakan, saponin dan bungkil biji teh perlu digiling sampai halus, kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Hasil rendaman tidak perlu disaring karena ampas bungkil teh bisa digunakan sebagai pupuk (Haliman dan Adijaya, 2005).
4. Pengisian air
Pemasangan filter pada pintu pemasukan dilakukan sebelum pengisian air dilakukan dengan tujuan menyaring ikan dan telurnya dan organisme lain yang menjaddi pengganggu, pemangsa dan penyaing. Untuk pemberantas hama diberikan saponin 10-12 ppm, tambak dibiarkan 2-3 hari agar reaksi saponin berkurang dan hilang.
5. Penumbuhan plankton
Perlakuan yang digunakan dalam proses ini dapat menggunakan pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik menggunakan saponin, bungkil teh dan pakan rusak. Pupuk anorganik menggunakan urea 10-20 kg/ha, TSP 5-10 kg/ha. Warna coklat kemerahan pada perairan menandakan bahwa air ditumbuhi pyto flagellate, sedangkan air yang baik yaitu hijau muda yang berati ditumbuhi chloropyta, kecerahan 35 cm.
6. Pemberian fermentasi bakteri
Dilakukan untu memacu pertumbuhan plankton, membantu proses penguraian bahan organik yang berasal dari kotoran udang, sisa pakan dan plankton mati. Dosis yang digunakan untuk penebarab fermentasi bakteri adalah 2-3 ppm.
7. Benur Udang
Benur yang dianggap berkualitas adalah benur yang bebas penyakit, memiliki pertumbuhan yang cepat dan survival ratenya tinggi. Benur perlu diseleksi sebelum ditebar. Untuk membedakan benur yang baik dan tidak baik antara lain :
- Organ dalam keadaan lengkap dan tidak cacat
- gerakannya lincah dan melawan arus
- bentuk tubuh ramping dan memanjang
- warna tubuh jernih atau putih kecoklatan
- sensitif terhadap gangguan fisik pd lingkungan
- tubuh bersih dari kotoran dan lumut
- aktif mencari makan dan nafsu makan tinggi
- fototaksis positif/ suka pada cahaya
- ukuran benur seragam
8. Penebaran
Penebaran benur dilakukan setelah plankton tumbuh (7-10 hari) sesudah pemupukan. benur yang digunakan adalah PL 10- PL 12 dengan berat awal 0.001 gr/ekor diperoleh dari hatchery yang telah mendapatkan rekomendasi bebas patogen, spesifik pathogen free (SPF). Benur yang lulus seleksi dan telah mengalami proses aklimatisasi bisa langsung ditebar perlahan-lahan kedalam petak pembesaran dengan kepadatan 100-125 ekor/m2.
Pemeliharaan
Selama pemeliharaan dilakukan monitoring kualitas air yang meliputi : suhu, salinitas, pH dan kedalaman air dan oksigen setiap hari. Dilakukan pemberian urea dan TSP susulan setiap seminggu sekali sebanyak 5-10% dari pupuk awal. Pakan diberikan pada hari ke 70 dimana dukungan pakan alami (plankton) sudah mulai berkurang atau pertumbuhan udang mulai lambat. Dosis pakan yang diberikan 5-20% dari biomass udang dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari yaitu 30% pada jam 07.00 wib dan 16.00 wib serta 40% pada jam 22.00 wib. Pergantian air pertama kali dilakukan setelah udang berumur lebih dari 60 hari dengan volume pergantian air 10% dari volume total dan bulan berikutnya ditingkatkan 15-20% pada setiap periode pasang.
Panen
Panen dilakukan setelah umur pemeliharaan 100-110 hari. Perlakuan sebelum panen adalah pemberian dolomit sebanyak 80 kg/ha (tinggi air tambak 1 m), dan mempertahankan ketinggian air (tidak ada pergantian air) selama 2-4 hari yang brtujuan agar udang tidak mengalami molting (ganti kulit) pada saat panen. Keranjang panen perlu disiapkan, jaring yang dipasang di pintu air, jala lempar, stiroform, ember, baskom, lampu penerangan untuk menurunkan volume air secara gravitasi dan dibantu pengeringan dengan pompa.
bersamaan dengan itu dilakukan penangkapan dengan jala. Panen sebaiknya dilakukan pada malam hari yang bertujuan mengurangi resiko kerusakan mutu udang, karena udang hasil panen peka terhadap sinar matahari. Udang hasil panen dicuci dan direndam es, kemudian dibawa ke coldstorage. Dengan pola tradisional plus udang vannamei 835-1050 kg/ha/musim tanam dengan sintasan 60-96% ukuran panen antara 55-65 ekor/kg.
Ucapan terimakasih
kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau yang telah menyebar luaskan ilmu tentang budidaya udang vannamei demi kemajuan perikanan di Indonesia khususnya bagi petambak udang.
6. Kecerahan
Air yang digunakan dalam tambahk udang adalah air payau yang jernih dan tidak keruh oleh lumpur. Bila kondisi air keruh harus diendapkan dulu dalam petak pengendapan. Batas kkekeruhan yang dianggap cukup adalah antara 25-45 cm.
Persiapan Tambak
1. Pengeringan tambak
Dasar tambak dikeringkan hingga retak-retak dan sisa klekap dan lumut dibersihkan. Pengeringan dilakukan selama 2-3 minggu tergantung dari cuaca.
2. Pengapuran
Jenis kapur yang digunakaan antara lain : kapur pertanian (crushed chell, CaCO3), kapur mati (Slaked lime, Ca(OH) dan dolomit (dolomital lime, CaMg (CO)3). Dosis penggunaannya yaitu : 100-300 kg/Ha untuk CaCO3, 50-100 untuk kapur mati dan 200-300kg/Ha utk dolomit.
3. Pemupukan
Pupuk anorganik yang digunakan adalah urea dan TSP (SP36). Pupuk organik menggunakan Saponin dan bungkil teh berfungsi sebagai pupuk dan bahan beracun untuk membunuh ikan lain yang mengganggu atau merugikan udang vannamei. Sebelum digunakan, saponin dan bungkil biji teh perlu digiling sampai halus, kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Hasil rendaman tidak perlu disaring karena ampas bungkil teh bisa digunakan sebagai pupuk (Haliman dan Adijaya, 2005).
4. Pengisian air
Pemasangan filter pada pintu pemasukan dilakukan sebelum pengisian air dilakukan dengan tujuan menyaring ikan dan telurnya dan organisme lain yang menjaddi pengganggu, pemangsa dan penyaing. Untuk pemberantas hama diberikan saponin 10-12 ppm, tambak dibiarkan 2-3 hari agar reaksi saponin berkurang dan hilang.
5. Penumbuhan plankton
Perlakuan yang digunakan dalam proses ini dapat menggunakan pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik menggunakan saponin, bungkil teh dan pakan rusak. Pupuk anorganik menggunakan urea 10-20 kg/ha, TSP 5-10 kg/ha. Warna coklat kemerahan pada perairan menandakan bahwa air ditumbuhi pyto flagellate, sedangkan air yang baik yaitu hijau muda yang berati ditumbuhi chloropyta, kecerahan 35 cm.
6. Pemberian fermentasi bakteri
Dilakukan untu memacu pertumbuhan plankton, membantu proses penguraian bahan organik yang berasal dari kotoran udang, sisa pakan dan plankton mati. Dosis yang digunakan untuk penebarab fermentasi bakteri adalah 2-3 ppm.
7. Benur Udang
Benur yang dianggap berkualitas adalah benur yang bebas penyakit, memiliki pertumbuhan yang cepat dan survival ratenya tinggi. Benur perlu diseleksi sebelum ditebar. Untuk membedakan benur yang baik dan tidak baik antara lain :
- Organ dalam keadaan lengkap dan tidak cacat
- gerakannya lincah dan melawan arus
- bentuk tubuh ramping dan memanjang
- warna tubuh jernih atau putih kecoklatan
- sensitif terhadap gangguan fisik pd lingkungan
- tubuh bersih dari kotoran dan lumut
- aktif mencari makan dan nafsu makan tinggi
- fototaksis positif/ suka pada cahaya
- ukuran benur seragam
8. Penebaran
Penebaran benur dilakukan setelah plankton tumbuh (7-10 hari) sesudah pemupukan. benur yang digunakan adalah PL 10- PL 12 dengan berat awal 0.001 gr/ekor diperoleh dari hatchery yang telah mendapatkan rekomendasi bebas patogen, spesifik pathogen free (SPF). Benur yang lulus seleksi dan telah mengalami proses aklimatisasi bisa langsung ditebar perlahan-lahan kedalam petak pembesaran dengan kepadatan 100-125 ekor/m2.
Pemeliharaan
Selama pemeliharaan dilakukan monitoring kualitas air yang meliputi : suhu, salinitas, pH dan kedalaman air dan oksigen setiap hari. Dilakukan pemberian urea dan TSP susulan setiap seminggu sekali sebanyak 5-10% dari pupuk awal. Pakan diberikan pada hari ke 70 dimana dukungan pakan alami (plankton) sudah mulai berkurang atau pertumbuhan udang mulai lambat. Dosis pakan yang diberikan 5-20% dari biomass udang dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari yaitu 30% pada jam 07.00 wib dan 16.00 wib serta 40% pada jam 22.00 wib. Pergantian air pertama kali dilakukan setelah udang berumur lebih dari 60 hari dengan volume pergantian air 10% dari volume total dan bulan berikutnya ditingkatkan 15-20% pada setiap periode pasang.
Panen
Panen dilakukan setelah umur pemeliharaan 100-110 hari. Perlakuan sebelum panen adalah pemberian dolomit sebanyak 80 kg/ha (tinggi air tambak 1 m), dan mempertahankan ketinggian air (tidak ada pergantian air) selama 2-4 hari yang brtujuan agar udang tidak mengalami molting (ganti kulit) pada saat panen. Keranjang panen perlu disiapkan, jaring yang dipasang di pintu air, jala lempar, stiroform, ember, baskom, lampu penerangan untuk menurunkan volume air secara gravitasi dan dibantu pengeringan dengan pompa.
bersamaan dengan itu dilakukan penangkapan dengan jala. Panen sebaiknya dilakukan pada malam hari yang bertujuan mengurangi resiko kerusakan mutu udang, karena udang hasil panen peka terhadap sinar matahari. Udang hasil panen dicuci dan direndam es, kemudian dibawa ke coldstorage. Dengan pola tradisional plus udang vannamei 835-1050 kg/ha/musim tanam dengan sintasan 60-96% ukuran panen antara 55-65 ekor/kg.
sumber : http://infoakuakultur.com/blog/mengenal-obat-ikan-drh-abadi-soetisna-msi/
Ucapan terimakasih
kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau yang telah menyebar luaskan ilmu tentang budidaya udang vannamei demi kemajuan perikanan di Indonesia khususnya bagi petambak udang.