Sunday, 22 May 2016

Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)

Sumber :  Ditulis ulang dari brosur Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau tentang Budidaya udang vannamei, 2012

Udang Vannamei adalah salah satu komoditi yang banyak diminati oleh petambak.  Varietas udang vannamei diharapkan dapat menambah pilihan bagi petambak dan menopang kebangkitan usaha pertambakan udang di Indonesia.  Keunggulan varietas ini antara lain adalah : tahan terhadap penyakit, pertumbuhan lebih cepat, tahan terhadap gangguan lingkungan, tingkat survival rate tergolong tinggi, hemat pakan dan waktu pemeliharaan yang lebih pendek (90-100 hari).  Dengan penggunaan probiotik yang baik dan cara aplikasi yang benar diharapkan meningkatkan keberhasilan budidaya udang ini, sehingga tingkat kematian dapat ditekan semaksimal mungkin.

Taksonomi udang vannamei menurut Elovaara (2001) adalah sebagai berikut :
Phylum   :   Arthropoda
Class      :  Malacostraca
Ordo      :  Decapoda
Family    :  Penaeidae
Genus     :  Lito penaeus
Species   :  Litopenaeus vannamei

Bentuk tubuh dibagi menjadi tiga bagian yaitu : kepala dan dada (cephalothorax), badan (abdomen) dan ekor (telson).  Bagian tubuhnya terdiri dari rostrum, sepasang mata, sepasang antena, sepasang antennule bagian dalam dan luar, tiga buah maxiliped, lima pasang kaki jalan (periopoda), lima pasang kaki renang (pleopoda), sepasang telson dan kipas ekor (uropoda).  

Manajemen Kualitas Air
Kualitas air tambak akan berpengaruh pada kesehatan udang.  Kualitas air yang baik akan mendukung pertumbuhan secara optimal.  Beberapa parameter kualitas air yang mempengaruhi adalah :  suhu, salinitas, pH air, kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen) dan ammonia. Parameter tersebut akan mempengaruhi proses metabolisme, keaktifan mencari makan, proses pencernaan dan pertumbuhan udang.   

1.  Temperatur
Suhu optimal dalam budidaya udang adalah 28-30 derajat celcius.  Pada suhu tinggi reaksi kimia seperti         pH akan meningkat sehingga cenderung terjadi peningkatan Ammonia (NH3) dalam air.

2.   Salinitas
Kadar garam yang dibutuhkan untuk pertumbuhan udang muda berumur 1-2 bulan adalah sekitar 15-25       ppt.  Setelah umur 2 bulan salinitas optimum sekitar 5-30 ppt.

3.    pH air
pH air untuk mengetahui tingkat keasaman ideal antara 7,5-8,5.  Derajat keasaman dipengaruhi oleh             jenis tanah.  Tanah yang banyak mengandung pirit cenderung pH air bersifat asam dan kisaran pH                 berkisar antara 3-4.  Umumnya pH air tambak pada sore hari lebih tinggi daripada pagi hari.   

4.   Kandungan Oksigen terlarut
Oksigen terlarut dibutuhkan untuk proses respirasi baik bagi tumbuhan, udang dan organisme lain.                 Oksigen terlarut yang baik berkisar antara 4-6 ppm. upaya untuk meningkatkan angka DO dilakukan           dengan pemakaian kincir air.  Tambak seluas 2,5 Ha membutuhkan 4-6 kincir air.

5.   Amonia
Amonia merupakan hasil ekskresi atau pengeluaran kotoran  udang yang berbentuk gas.  Amonia berasal     dari pakan yang tidak termakan oleh udang sehingga larut dalam air.  Amonia yang berasal dari ekskresi       udang maupun hasil penguraian kotoran zat padat dan sisa pakan udang, akan dioksidasi oleh bakteri           autotrof khususnya Nitrosomonas sp.

6.  Kecerahan
Air yang digunakan dalam tambahk udang adalah air payau yang jernih dan tidak keruh oleh lumpur.  Bila     kondisi air keruh harus diendapkan dulu dalam petak pengendapan.  Batas kkekeruhan yang dianggap         cukup adalah antara 25-45 cm.

Persiapan Tambak
1.  Pengeringan tambak
Dasar tambak dikeringkan hingga retak-retak dan sisa klekap dan lumut dibersihkan.  Pengeringan               dilakukan selama 2-3 minggu tergantung dari cuaca.

2.  Pengapuran
Jenis kapur yang digunakaan antara lain : kapur pertanian (crushed chell, CaCO3), kapur mati (Slaked         lime, Ca(OH) dan dolomit (dolomital lime, CaMg (CO)3).  Dosis penggunaannya yaitu : 100-300 kg/Ha     untuk CaCO3, 50-100 untuk kapur mati dan 200-300kg/Ha utk dolomit.

3.  Pemupukan
Pupuk anorganik yang digunakan adalah urea dan TSP (SP36).  Pupuk organik menggunakan Saponin         dan bungkil teh berfungsi sebagai pupuk dan bahan beracun untuk membunuh ikan lain yang mengganggu       atau merugikan udang vannamei.  Sebelum digunakan, saponin dan bungkil biji teh perlu digiling sampai         halus, kemudian direndam dalam air selama 24 jam.  Hasil rendaman tidak perlu disaring karena ampas         bungkil teh bisa digunakan sebagai pupuk (Haliman dan Adijaya,  2005).

4.  Pengisian air
Pemasangan filter pada pintu pemasukan dilakukan sebelum pengisian air dilakukan dengan tujuan               menyaring ikan dan telurnya  dan organisme lain yang menjaddi pengganggu, pemangsa dan penyaing.           Untuk pemberantas hama diberikan saponin 10-12 ppm, tambak dibiarkan 2-3 hari agar reaksi saponin       berkurang dan hilang.

5.  Penumbuhan plankton
Perlakuan yang digunakan dalam proses ini dapat menggunakan pupuk organik dan anorganik.  Pupuk           organik menggunakan saponin, bungkil teh dan pakan rusak.  Pupuk anorganik menggunakan urea 10-20     kg/ha, TSP 5-10 kg/ha.  Warna coklat kemerahan pada perairan menandakan bahwa air ditumbuhi pyto       flagellate, sedangkan air yang baik yaitu hijau muda yang berati ditumbuhi chloropyta, kecerahan 35 cm.

6.  Pemberian fermentasi bakteri
Dilakukan untu memacu pertumbuhan plankton, membantu proses penguraian bahan organik yang berasal     dari kotoran udang, sisa pakan dan plankton mati.  Dosis yang digunakan untuk penebarab fermentasi           bakteri adalah 2-3 ppm.

7.  Benur Udang
Benur yang dianggap berkualitas adalah benur yang bebas penyakit, memiliki pertumbuhan yang cepat         dan survival ratenya tinggi.  Benur perlu diseleksi sebelum ditebar.  Untuk membedakan benur yang baik       dan tidak baik antara lain :
-  Organ dalam keadaan lengkap dan tidak cacat
-  gerakannya lincah dan melawan arus
-  bentuk tubuh ramping dan memanjang
-  warna tubuh jernih atau putih kecoklatan
-  sensitif terhadap gangguan fisik pd lingkungan
-  tubuh bersih dari kotoran dan lumut
-  aktif mencari makan dan nafsu makan tinggi
-  fototaksis positif/ suka pada cahaya
-  ukuran benur seragam

8.  Penebaran
Penebaran benur dilakukan setelah plankton tumbuh (7-10 hari) sesudah pemupukan.  benur yang             digunakan adalah PL 10- PL 12 dengan berat awal 0.001 gr/ekor diperoleh dari hatchery yang telah           mendapatkan rekomendasi bebas patogen, spesifik pathogen free (SPF).  Benur yang lulus seleksi dan         telah mengalami proses aklimatisasi bisa langsung ditebar perlahan-lahan kedalam petak pembesaran           dengan kepadatan 100-125 ekor/m2.

Pemeliharaan
Selama pemeliharaan dilakukan monitoring kualitas air yang meliputi :  suhu, salinitas, pH dan kedalaman air dan oksigen setiap hari.  Dilakukan pemberian urea dan TSP susulan setiap seminggu sekali sebanyak 5-10% dari pupuk awal.  Pakan diberikan pada hari ke 70 dimana dukungan pakan alami (plankton) sudah mulai berkurang atau pertumbuhan udang mulai lambat.  Dosis pakan yang diberikan 5-20% dari biomass udang  dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari yaitu 30% pada jam 07.00 wib dan 16.00 wib serta 40% pada jam 22.00 wib.  Pergantian air pertama kali dilakukan setelah udang berumur lebih dari 60 hari dengan volume pergantian air 10% dari volume total dan bulan berikutnya ditingkatkan 15-20% pada setiap periode pasang.

Panen
Panen dilakukan setelah umur pemeliharaan 100-110 hari.  Perlakuan sebelum panen adalah pemberian dolomit sebanyak 80 kg/ha (tinggi air tambak 1 m), dan mempertahankan ketinggian air (tidak ada pergantian air) selama 2-4 hari yang brtujuan agar udang tidak mengalami molting (ganti kulit) pada saat panen.  Keranjang panen perlu disiapkan, jaring yang dipasang di pintu air, jala lempar, stiroform, ember, baskom, lampu penerangan untuk menurunkan volume air secara gravitasi dan dibantu pengeringan dengan pompa.

bersamaan dengan itu dilakukan penangkapan dengan jala.  Panen sebaiknya dilakukan pada malam hari yang bertujuan mengurangi resiko kerusakan mutu udang, karena udang hasil panen peka terhadap sinar matahari. Udang hasil panen dicuci dan direndam es, kemudian dibawa ke coldstorage.  Dengan pola tradisional plus udang vannamei 835-1050 kg/ha/musim tanam dengan sintasan 60-96% ukuran panen antara 55-65 ekor/kg.


sumber :  http://infoakuakultur.com/blog/mengenal-obat-ikan-drh-abadi-soetisna-msi/

Ucapan terimakasih 
kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau yang telah menyebar luaskan ilmu tentang budidaya udang vannamei demi kemajuan perikanan di Indonesia khususnya bagi petambak udang.









  


Sunday, 8 May 2016

Aquascape


Aquascape adalah seni dalam mananam dan menata tanaman air termasuk didalamnya batu, kayu dan bahan pendukung lain didalam media akuarium, sehingga dapat dinikmati keindahannya seperti kondisi ekosistemnya di alam.

Beberapa jenis tumbuhan yang dapat digunakan antara lain adalah : water wisteria, dwarf baby tears, java moss, amazon sword, anubias nana, java fern dan african water fern.

Untuk jenis ikan hias yang dapat digunakan adalah : ember tetra, kardinal tetra, neon tetra, harlequin tetra, rainbow, angel fish, discus, guppy, chili rasbora dan dwarf gourame.

Langkah-langkah pembuatan aquascape adalah :
1.  menyiapkan bagian dasar akuarium
2.  menyiapkan pupuk di dasar akuarium
3.  membuat top layer
4.  mengisi air pada akuarium
5.  menanam tanaman hias di skuarium

Perawatan yang dilakukan pada aquascape antara lain :
1.  Menambahkan air setiap hari atau setiap minggu untuk menggantia air yang menguap
2.  Membersihkan dinding kaca akuarium dengan menggunakan magnet pembersih kaca atau menempatkan        ikan pemakan lumut
3.  Pemupukan tanaman
4.  Memastikan filter berfungsi baik
5.  Membersihkan gravel dengan di sipon sebulan sekali
6.  Menggunting dan membersihkan bagian tanaman agar tetap terlihat rapi dan bersih
7.  Perhatikan kualitas air (pH, CO2, nitrogen, oksigen terlarut dan suhu)





Sumber : Pameran Aquascape, APA 2016 Surabaya

Monday, 2 May 2016

Pendederan Tiram Mutiara


Sumber :  Brosur Pendederan Tiram Mutiara, 2016
                Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok, Dirjen Perikanan Budidaya,
                Kemeterian kelautan dan Perikanan


Dalam usaha produksi tiram mutiara dibutuhkan waktu yang panjang, biaya yang tidak sedikit dan biasanya dilakukan oleh pengusaha besar. Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok dalam hal ini mempunyai keinginan untuk menginformasikan bagaimana masyarakat dapat melakukan usaha ini sehingga membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya yang berdomisili di Lombok.

Dalam hal ini BPBL Lombok mengelompokannya menjadi tiga segmen usaha yaitu : pembenihan, pendederan dan produksi mutiara itu sendiri.  Dari ke tiga segmen tersebut, pendederan tiram mutiara memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di amsyarakat pesisir.  Kegiatan pendederan adalah kegiatan lanjutan dari pemeliharaan spat di hatchery yang akan dilakukan di laut.  Pendederan dilakukan dengan sistem longline dan pada satu siklus memerlukan waktu minimal 12 bulan dengan ukuran spat mencapai 6-8 cm.

Alat Yang Dibutuhkan

Alat yang digunakan dalam pendederan kerang mutiara adalah : longline, pocketnet, waring pembungkus, speed boat, peralatan pembersih kerang, mesin spoid dan jangka sorong.

Metode Pendederan
Metode pendederan tiram mutiara di BPBL Lombok adalah metode longline dimana longline yang digunakan adalah sebagai tempat untuk menggantung pocket yang berisikan spat kolektor hingga ukuran siap panen. Longline terbuat dari tali PE 22 mm dengan panjang 100 m dilengkapi bola pelampung berjumlah 20 buah dengan diameter 40 cm dengan jarak pemasangan antar pelampung 5 m dan terdapat tali gantungan berjarak antar tali 80 cm dengan panjang tali 6 m, jadi dalam satu unit terdapat 100 tali.

Pemeliharaan 
Kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan adalah : pembersihan, seleksi menurut ukuran dan penjarangan. (1) Pembersihan dilakukan sebulan sekali setelah penebaran. Pembersihan pertama dilakukan dengan mengangkat spat dari kolektor dan cangkang dibersihkan dengan menggunakan sikat gigi halus.  setelah bersih spat ditempatkan pada pocket yang diselubungi waring dan digantung pada longline.  (2) Seleksi Menurut Ukuran dilakukan dengan tujuan mengklasifikasikan spat sesuai dengan ukuran, antara spat yang cepat dan lambat dalam pertumbuhannya. Seleksi dilakukan pada saat penjarangan.  (3) Penjarangan bertujuan mengurangi tingkat kepadatan spat persatuan ruang. Penjarangan dilakukan pada saat pembongkaran spat pada kolektor yang ukurannya mencapai 1 cm.  

Teknik Penjarangan
1.  mengangkat pocket dari laut yang diselubungi dengan waring
2.  mengangkat spat yang masih menenpel pada kolektor dengan cara memotong bisusnya menggunakan 
     pisau kecil secara hati-hati agar bisus tidak tertarik.  Kemudian ditampung pada ember plastik yang berisi
     air laut dan dialirkan pada bak penampungan.
3.  membersihkan kulit luar spat dengan menggunakan sikat gigi halus satu persatu dan kemudian spat   
     dipelihara pada pocket dengan kepadatan 40-50 ekor per pocket.
4.  Pocket yang sudah berisi spat tersebut dibungkus kembali dengan waring yang bermata jaring 2 mm, 
     kemudian digantung sementara pada ponton.
5.  Setelah semua siput selesai diseleksi, dibersihkan dan dijarangkan, pocket diangkat dan digantung pada
     longline.










Tiram Mutiara


Oleh : Nurul Rosana

Tiram mutiara (Pteriidae) adalah penghasil mutiara yang paling umum dibudidayakan untuk mutiaranya.
Jenis-jenis tiram mutiara ini adalah (https://id.wikipedia.org/wiki/Kerang_mutiara) :
  • Pinctada maxima - tiram mutiara bibir emas/perak
  • Pinctada margaritifera - tiram mutiara bibir hitam
  • Pinctada fucata - tiram mutiara Akoya
  • Pteria penguin - tiram mutiara bersayap
Sedangkan moluska penghasil mutiara di air tawar dihasilkan oleh beberapa jenis seperti (https://id.wikipedia.org/wiki/Kerang_mutiara) :
  • Margaritifera margaritifera
  • Hyriopsis cumingii
  • Cristaria plicata


Pearl Oyster

Pinctada maxima


Daerah Sebaran Tiram Mutiara
Ada tiga wilayah yang menjadi kawasan pencarian tiram mutiara alami. Ketiga kawasan itu adalah daerah Teluk Persia, Selat Manaar di Srilanka, Perairan Australia Utara. Selain ketiga tempat yang terkenal tersebut, kawasan kerang mutiara juga ditemukan di daerah perairan Burma, Selat Malaka, Laut Arafura, Laut Sulu sampai ke perairan Jepang, dan di negara-negara Pasifik selatan. Beberapa tempat juga ditemukan di Amerika tengah dan utara seperti di Panama, kepulauan Margarita Venezuela sampai ke perairan Mexico (https://belajar.kemdikbud.go.id).

Sebaran Kerang Mutiara
Sumber : https://belajar.kemdikbud.go.id

Secara ekologis tiram mutiara dapat hidup di perairan karang yang tenang dan jernih, tidak terpengaruh oleh gelombang yang besar, dengan kadar salinitas 24-50 ppt, suhu perairan 25-30 derajat celcius, kecarahan 4,5-6,5 meter, pH diatas 6,75, kandungan oksigen terlarut 5,2-6,6 mg/L dan bebas dari pencemaran (Sidar, 2008).

Sumber :
Sidar, S. 2008. Mollusca (Tiram Mutiara). http://egongcool.blogspot.com.  03 Mei 2016. 
https://belajar.kemdikbud.go.id.  Kerang Mutiara.  03 Mei 2016.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerang_mutiara.  02 Mei 2016.






Sunday, 1 May 2016

Budidaya Rumput Laut


Oleh : Nurul Rosana


Rumput laut adalah salah satu komoditas produk kelautan dan perikanan yang memiliki nilai ekonomis penting.  Prospek pasar rumput laut di Indonesia dan di dunia sebagai bahan dasar industri kosmetik, makanan dan minuman, dan industri lain yang terkait semakin tinggi.  Kementerian Kelautan dan Perikanan mentargetkan pada tahun 2015 produksi reumput laut mencapai 10,6 juta ton dan meningkat mencapai 19,5 juta ton pada tahun 2019.  Untuk mencapai target tersebut tentu diperlukan teknologi budidaya rumput laut yang tepat guna.  

Jenis-jenis rumput laut yang biasa dibudidaya adalah :  Gracilaria sp dan Eucheuma sp.  

Eucheuma sp
Gracilaria sp


Budidaya rumput laut yang banyak dilakukan saat ini adalah menggunakan sistem longline, dimana hanya bagian permukaan perairan yang dimanfaatkan sebagai lahan budidaya.  Secara ekologis rumput laut dapat hidup di kolom perairan dimana matahari masih dapat masuk, sehingga rumput laut dapat melakukan fotosintesis. Selain itu kecepatan arus di kolom perairan juga dapat membawa nutrient yang dibutuhkan untuk perkembangan rumput laut.  

Berikut adalah beberapa metode bududaya rumput laut yang dikembangkan dengan keunggulan dalam mengoptimalkan pemanfaatan kolom perairan, meningkatkan produksi rumput laut, meminimasi konflik pemanfaatan budidaya dan menerapkan teknologi yang mudah diadopsi untuk pembudidaya :

1.  Metode Tali Vertikal

Konstruksi yang digunakan menyerupai longline, yang berbeda adalah cara penanamannya.  Konstruksi berukuran 50 x 35 meter dapat memuat 50 tali bentangan dengan panjang tali bentangan 35 meter dan jarak antar tali bentangan adalah 1 meter.  Setiap tali bentangan memuat 87 tali verti dengan jarak antar tali verti 40 cm dan jarak antar rumpun 20 cm.  Tali verti berukuran 1 meter yang dilengkapi dengan timah yang berfungsi sebagai pemberat (Petrus Rani, Neely H, Handi B,  2016).

Sumber : Loka Penelitian dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut, Gorontalo

2.  Metode Jaring Vertikal

Konstruksi menggunakan rakit berukuran 10x10 meter (100 unit/Ha) untuk aplikasi metode vertikultur. Setiap rakit akan memuat 36 gantungan/jaring verti.  Gantungan/bingkai verti berbentuk persegi berukuran 2x5 meter dengan jarak antar simpul 20 cm.  Gantungan/jaring verti digantung pada rakit dan masing-masing dilengkapi pemberat pipa paralon yang berisi cor.  Jaring verti dipasang dengan tidak berhadapan langsung dengan arah arus (Petrus Rani, Neely H, Handi B,  2016).


 .
Sumber : Loka Penelitian dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut, Gorontalo

Sumber :
Petrus Rani P, Nelly H, Handy B,  2016.  Teknologi Budidaya Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii dengan Metode Vertikultur.  Loka Penelitian dan Pengembangan Budidaya Rumput laut.  Gorontalo. 



Thursday, 28 April 2016

Budidaya Clownfish (Amphiprion sp)


Sumber :  Ditulis ulang dari pamflet Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung pada kegiatan Asia Pasific Aquaculture, Surabaya 2016


Clownfish dalam bahasa umum di masyarakat Indonesia lebih dikenal dengan nama ikan Nemo, adalah salah satu ikan hias air laut yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi, karena memiliki bentuk tubuh yang indah, gerakan yang lincah, tidak ganas dan keindahan warna. Propinsi Lampung memiliki Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) yang mengembangkan clownfish dengan cara budidaya.  Upaya budidaya dilakukan BBPBL untuk mengimbangi  penangkapan di alam, sehingga eksploitasi dapat dikendalikan.

Kegiatan budidaya clownfish yang dilakukan sejak tahun 2008 dengan benih berasal dari alam.  Kegiatan budidaya dilakukan dalam beberapa kegiatan yaitu : pemeliharaan calon induk, penjodohan, pemijahan dan pengeraman, panen larva dan pemeliharaan larva, pemeliharaan benih.

Pemeliharaan Calon Induk
Pemeliharaan calon induk dilakukan dalam wadah pemeliharaan dan diberi tanaman/anemon dan substrat dari bahan karang/genteng/tembikar.  Lama pemeliharaan benih yang berukuran 1.5 cm sampai siap dijadikan calon induk sekitar 5-6 bulan.  Calon induk berukuran 4-5 cm.  Pakan induk adalah pelet dan sebagai pelengkap nutrisi diberi tambahan udang jembret dan artemia dewasa serta cacing darah.

Penjodohan
Kegiatan penjodohan clownfish dilakukan bila calon induk berukuran lebih dari 4 cm.  Wadah yang digunakan dari kaca, untuk mempermudah pengamatan dan seleksi calon induk.  Kepadatan pemeliharaan : 5-6 ekor/100 liter.  Anemon laut sangat disarankan ditempatkan dalam wadah untuk menciptakan suasana nyaman dan memicu terbentuknya pasangan baru.  Kemudian dilakukan pengamatan dan perlakuan sedemikian rupa sampai didapat sepasang calon induk yang hidup secara harmonis.  

Pemijahan dan Pengeraman
Sebelum pemijahan, induk jantan melakukan pembersihan substrat, melakukan gerakan berayun-ayun didepan betina dan mengitari betina.  Selanjutnya pada saat memijah akan lebih aktif melakukan pembersihan substrat untuk tempat menempelkan telur.  Proses pemijahan berlangsung antara pukul 12.00-14.00 dan pembuahan secara eksternal.  Kedua induk melakukan penataan posisi telur sehingga rapi, selanjutnya aktif melakukan pembersihan dan perawatan telur, dengan mengibaskan ekor dan menyemprotkan air melalui mulut di sekitar telur.  Masa pengeraman telur 7-8 hari.  Induk akan memijah kembali 1-2 hari setelah telur menetas.

Panen Larva
Telur yang akan menetas ditandai dengan warna silver dan akan muncul bintik mata pada hari ke-7. Selanjutnya dipindahkan ke bak pemeliharaan larva bersama dengan induknya dan ditempatkan dalam keranjang.  Telur akan menetas pada malam hari pukul 19.00-21.00 WIB, dan larva akan langsung masuk ke dalam bak pemeliharaan larva.  Jumlah larva yang dihasilkan oleh sepasang induk clownfish dalam satu periode bertelur antara 250-1000 ekor.

Pemeliharaan Larva
Padat penebaran larva dalam akuarium sekitar 3-5 ekor/liter.  Wadah pemeliharaan larva terbuat dari seme, fiberglas atau akuarium.  Pakan awal larva adalah Branchionu, selanjutnya dapat diberi kopepoda, nauplii artemia dan Diaphanosoma.  Pergantian air dilakukan pada hari ke 5 atau bila diperlukan sekitar 20-30%. 

Pemeliharaan Benih
Wadah dan perlakuan dalam pemeliharaan benih clownfish sama dengan sistem pemeliharaan calon induk. Pakan benih adalah Diaphanosoma, artemia remaja dan pakan buatan.  Setelah benih berukuran 3 cm pemberian pakan buatan prosentasenya lebih besar (80%) dibandingkan dengan hidup (20%), karena pakan hidup hanya sebagai pelengkap nutrisi.  Penyiponan dan ganti air dilakukan setiap hari, disesuaikan dengan kondisi kualitas air media.

Pertumbuhan
Perrtumbuhan clownfish tergolong lambat bila dibandingkan dengan ikan konsumsi.  Dari stadia larva sampai mencapai ukuran dewas/ induk memerlukan waktu 7-8 bulan.

Parameter Kualitas Air
Dalam pengelolaan kualitas air diperlukan penyiponan kotoran dan sisa pakan di dasar wadah.  Penggantian air minimal 1 kali sehari, sekitar 20-50% atau bila diperlukan.  Kisaran parameter kualitas air adalah : Suhu berkisar antara 26-32 derajat celcius, Salinitas 27-32 ppm, DO 3,5-6,5 mg/l, pH 7,8-8,5.



Clownfish


Thursday, 14 April 2016

Memahami Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Larangan Penggunaan Alat Tangkap Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI

Nurul Rosana
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan 

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Larangan Penggunaan Alat Tangkap Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI nomor 2/PERMEN-KP/2015 adalah dengan pertimbangan bahwa :
1.  penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls)  dan  Pukat  Tarik  (seine  nets)    di  Wilayah
     Pengelolaan   Perikanan   Negara   Republik   Indonesia telah mengakibatkan menurunnya sumber daya        ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan,  sehingga  perlu  dilakukan  pelarangan          penggunaan   alat   penangkapan   ikan   Pukat   Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets).

2. berdasarkan    pertimbangan sebagaimana dimaksud  pada      huruf     a,  perlu menetapkan
     Peraturan  Menteri  Kelautan  dan  Perikanan  tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan            Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik        Indonesia.

Dijelaskan pada pasal 1 bahwa yang dimaksud dengan:
1. Alat  Penangkapan  ikan  adalah  sarana  dan  perlengkapan  atau  benda-benda lainnya yang                       dipergunakan untuk menangkap ikan.
2. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
3. Korporasi  adalah  kumpulan  orang  perseorangan  dan/atau  kekayaan  yang terorganisasi baik                   merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
4. Surat  Izin  Penangkapan  Ikan,  yang  selanjutnya  disingkat  SIPI,  adalah  izin tertulis yang   harus             dimiliki   setiap   kapal   perikanan   untuk   melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak         terpisahkan dari Surat Izin Usaha Perikanan.

Pasal 2 menjelaskan bahwa :
Setiap orang dilarang menggunakan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Sedangkan Pasal 3 menjelaskan tentang :
1.  Alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari:
     a.  pukat hela dasar (bottom trawls);
     b.  pukat hela pertengahan (midwater trawls);
     c.  pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls); dan d. pukat dorong.

2.  Pukat hela dasar (bottom trawls) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari:
     a.  pukat hela dasar berpalang (beam trawls);
     b.  pukat hela dasar berpapan (otter trawls); 
     c.  pukat hela dasar dua kapal (pair trawls);
     d.  nephrops trawls; dan 
     e.  pukat hela dasar udang (shrimp trawls), berupa pukat udang.

3.  Pukat hela pertengahan (midwater trawls), sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari:
     a. pukat hela pertengahan berpapan (otter trawls), berupa pukat ikan;
     b. pukat hela pertengahan dua kapal (pair trawls);  
     c.  pukat hela pertengahan udang (shrimp trawls).

Pasal 4 menjelaskan tentang :
1.   Alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari:
      a. pukat tarik pantai (beach seines); dan
      b. pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).
2.   Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
     a. dogol (danish seines);
     b. scottish seines;
     c.  pair seines;
     d. payang;
     e.  cantrang; dan
     f.  lampara dasar

Pasal 5 menjelaskan tentang :
Pengkodean dan gambar alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 6 menjelaskan tentang :
SIPI dengan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat  tarik  (seine  nets) yang  telah  diterbitkan  sebelum  berlakunya  Peraturan Menteri ini, masih tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.

Pasal 7 
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana diatur dalam Pasal 23, Pasal 24 dan Lampiran Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43), sebagaimana telah diubah  terakhir  dengan  Peraturan  Menteri  Kelautan  dan  Perikanan  Nomor
42/PERMEN-KP/2014 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1466)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Berikut adalah Jenis alat penangkapan ikan pukat hela

1. Pukat hela dasar (Bottom Trawls)
              a. Pukat hela dasar berpalang (Beam trawls)

 
Pukat hela berpalang
b. Pukat hela dasar berpapan (Otter trawls)

Pukat Hela Dasar Berpapan (Otter trawls)

c.  Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls)

Pukat Hela dasar dua kapal (pair trawls)
                                d. Nephrops trawl (Nephrops trawl)


Nephrops trawl


                         e.  Pukat hela dasar udang (Shrimp trawls), Pukat udang, 


Pukat Udang

2. Pukat hela pertengahan (Midwater trawls), 

                  a. Pukat hela pertengahan berpapan (Otter trawls), Pukat ikan, 



Pukat Ikan
                        b. Pukat hela pertengahan dua kapal (Pair trawls), 


Pukat hela pertengahan dua kapal

                        c.  Pukat hela pertengahan udang (Shrimp trawls), 



Pukat hela pertengahan udang

 3. Pukat hela kembar berpapan (Otter twin trawls),


  
Pukat hela kembar berpapan
  4. Pukat dorong


Pukat Dorong
  B. Jenis alat penangkapan ikan Pukat Tarik (Seine Nets), 

1. Pukat tarik pantai (Beach seines), 


Pukat tarik pantai
2. Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines),
     a. Dogol (Danish seines), 


Dogol

                                       b. Scottish seines


Scottish seines


               c.  Pair Seines,  



Pair seines



               d. Payang

Payang



                       e.  Cantrang, 

  
Cantrang

                                          f.  Lampara dasar

Lampara dasar